Sabtu, 13 Agustus 2016

Pagelaran Wayang Kulit Di Penutupan Festival Lima Gunung

 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh...
16 Agustus 2015
Malam Mantran Wetan...


Berbicara mengenai wayang kulit, saya sudah mengenal seni tradisional ini sedari kecil. Maklum Bapak dan Ibu senang sekali melihat pagelaran wayang kulit. Wayang kulit merupakan sebuah kesenian tradisional Jawa yang kaya akan pesan budi pekerti, dan nilai moral serta spiritual dalam kehidupan. Wayang kulit juga merupakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat. 

Malam ini di acara Festival Lima Gunung (FLG) ke XIV ditutup dengan pagelaran Wayang Kulit Pakeliaran Padat dengan Dalang Ki Sih Agung Prasetyo dengan sinden tamu dari Amerika Megan Collins. Saya pun menyaksikan pagelaran wayang kulit ditemani udara dingin Dusun Mantran Wetan yang memang berada persis di kaki Gunung Andong, dusun yang menyajikan keindahan dari hamparan perkebunan tembakau, kubis, tomat dan sayur mayur lainnya serta keramahan keluarga Pak Slamet dan Mbak Wiwin kepada saya, takkan terlupakan. Saya banyak belajar dari keluarga ini tentang kehidupan desa dan bercocok tanam.



Suasana Dusun Mantran Wetan menyambut "FLG ke XIV"
Gunung Andong
Perkebunan sayur Dusun Mantran
Kembali lagi berbicara mengenai wayang, saya pribadi menyukai pagelaran wayang kulit karena adegan cerita yang disampaikan oleh sang dalang mencerminkan tatanan kehidupan dan mengajarkan banyak hal bagi kita semua yang menyaksikannya. Mengajaran nilai - nilai budi pekerti dalam bermasyarakat. Melalui pagelaran wayang kulit yang dikemas dengan menyuguhkan tokoh–tokoh wayang sebagai gambaran kehidupan nyata dalam bermasyarakat ini dapat mewujudkan budi pekerti yang luhur dan kepribadian bangsa. Oleh karena itu wayang kulit merupakan kiasan kehidupan manusia. Wayang kulit juga disebut sebagai bahasa simbol yang bersifat rohaniah daripada jasmaniah (Purwadi, 2006. Jurnal Kebudayaan Jawa : Pendidikan Budi Pekerti Dalam Seni Pewayangan. Yogyakarta : Narassi), seperti kisah pengambaran Arjuna dan Puntadewa memiliki wajah yang tampan dan selalu merunduk merupakan pencitraan diri manusia yang memiliki kehalusan  budi pekerti dan sifat yang selalu rendah hati.


Senja Sore Dusun Mantran "15 Agustus 2015"
Senja Sore Dusun Mantran "16 Agustus 2015"
Antusias Masyarakat akan Festival Lima Gunung ke XIV
"Dari Rakyat, Untuk Rakyat"
Keluarga Pak Slamet dan Mbak Wiwin yang memberikan
 tumpangan saya selama berada di Dusun Mantran Wetan
Begitu pula tentang tokoh kesatria lainnya seperti : Bima atau Bratasena mempunyai sifat setia dan semangat. Sehingga orang Jawa sendiri pun mengenal Bima  sebagai tokoh kesatria pinandhita, profesional religius, pekerja sufistik, dan panglima perang sekaligus guru besar (Purwadi, 2006. Jurnal Kebudayaan Jawa : Pendidikan Budi Pekerti Dalam Seni Pewayangan. Yogyakarta : Narassi). 


Adapun kisah cerita yang ditampilkan dalang Ki Sih Agung Prasetyo dalam pagelaran wayang kulit malam penutupan Festival Lima Gunung (FLG) ke XIV ini sangat seru dan penuh senda gurau dengan sinden Megan Collins yang saling meledek dengan bahasa Jawa yang sangat Medok, saya pun tertawa terpingkal-pingkal atau (nguyu kemekelen) gara-gara istilah "Pekok" dan "Munyuk" dari candaan Pak Dalang dan Meganjika menyaksikan pangelaran wayang kulit yang dipimpin oleh dalang Ki Sih Agung Prasetyo, saya sudah tiga kali menyaksikan beliau mendalang. Beliau adalah satu satu tokoh seniman dari Komunitas Lima Gunung yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah yang berprofesi sehari-hari sebagai guru bahasa Jawa disalah satu sekolah swasta kota Magelang.







Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang berkembang di Pulau Jawa. Berasal dari kata "Ma Hyang" yang artinya menuju roh spiritual, Dewa, Tuhan Yang Maha Esa, atau ada yang mengartikan dalam bahasa Jawa bermakna "Bayangan", karena kita dapat menyaksikan pagelaran wayang dari balik belakang. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang  sebagai narator yang memainkan tokoh-tokoh pewayangan diiringi musik gamelan oleh nayaga dan tembang yang di nyanyikan oleh pesinden. 





Sinden Tamu "Megan Collins"
Dalang memainkan wayang kulit dibalik kelir yaitu kain putih, sementara dibelakangnya disorotkan lampu sehingga tampak seperti bayangan. Cerita pewayangan secara umum diambil dari kisah - kisah Mahabharata dan Ramayana tetapi tidak dibatasai oleh "pakem"(standart). Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003 sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam cerita narasi dan warisan indah yang berharga. Pertunjukan wayang kulit banyak dipertunjukan di Jawa bagian Tengah dan Timur, sedangkan untuk Jawa Barat terdapat pertunjukan wayang golek.


Kalau menurut saya pribadi pagelaran wayang kulit yang dimainkan dalang Ki Sih Agung Prasetyo dalam Festival Lima Gunung yang saya lihat, banyak hal yang disampaikan secara tersirat dan berguna dalam kehidupan sehari-hari dan sangat bermanfaat untuk pembelajaran edukasi anak-anak, untuk tetap melestarikan kebudayaan daerah sebagai ciri khas kebudayaan Bangsa Indonesia. Karena sudah larut malam, pagelaran wayang kulit pun usai dan dalang Ki Sih Agung Prasetyo mendapatkan tepuk tangan yang luar biasa dari para penonton. Selamat Malam, saatnya saya beristirahat karena besok saya akan melanjutkan perjalanan menuju Jogjakarta. Sampai jumpa diperjalanan selanjutnya. Terima kasih dan sukses selalu untuk semua yang terlibat dalam Komunitas  Lima Gunung. 
Wassalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Petualangan Dari Sudut Pandang - Ika Soewadji -

  Tidak Menyangkal era perkembangan jaman saat ini, memudahkan aku sebagai pejalan untuk melakukan petualangan. Berpetualang bagi aku prib...